Gerakan Pilah Sampah, Ence Adinda Sosok Dosen Muda Pendiri Komunitas Peduli Sampah iLitterless

 


POLMAN UPDATE - Wanita yang peduli lingkungan ini memang aktif menangani sampah. Tak hanya melakukannya sendiri, perempuan bernama lengkap Ence Adinda ini juga mengajak perempuan lain yang peduli lingkungan untuk bergabung dalam komunitas tersebut.

Selama kurang lebih satu tahun, perempuan asal Malang ini aktif mengajak masyarakat khususnya perempuan untuk peduli terhadap sampah.

Melalui Komunitas iLitterless, ia dan anggotanya di Malang berurusan dengan sampah, memilah dan menyimpannya di bank sampah. Bersama suaminya, Ence Adinda mendirikan iLitterless, sebuah komunitas peduli lingkungan yang fokus pada pengelolaan sampah.

iLitterless memiliki tiga kegiatan utama, yaitu memberikan edukasi tentang pemilahan sampah organik dan anorganik, melakukan penelitian, dan mengumpulkan sampah.

Hingga saat ini, masyarakat telah bekerjasama dengan kafe-kafe di Malang untuk mengumpulkan sampah anorganik. Sampah anorganik akan ditampung di bank sampah utama dan YAPSI Tetra Pak Indonesia (perusahaan pengelola sampah kemasan makanan dan minuman).

Awal mula terbentuknya iLitterless

Pemilik nama lengkap Ence Adinda Dianasta Almas ini mendirikan iLitterless tak lama setelah menikah di tahun 2020.

Ini bermula karena rumah yang dia dan suaminya tinggali berada di dekat bank sampah. Melihat adanya bank sampah di sana, mereka menyadari bahwa sampah bisa dititipkan, dikelola dan diolah.

“Omong-omong, saya dan suami sudah lama prihatin dengan masalah sampah, tetapi hanya secara pribadi,” kata Ence dikutip melalui Parapuan.co.

Sejak saat itu, Ence dan suaminya aktif mengedukasi cara mengelola sampah dengan baik melalui media sosial. Mereka juga mendirikan komunitas bernama iLitterless, yang lama kelamaan menjadi tempat yang merangkap sebagai bank sampah.

Tantangan yang dihadapai iLitterless

Sebagai komunitas, biaya operasional iLitterless ditanggung sendiri oleh anggotanya. Padahal, dana yang diterima oleh timbunan sampah di unit pengelolaan Malang tidak cukup untuk menutupi biaya operasional.

“Yang pertama adalah keterbatasan dana. Partisipasinya masih sukarela, jadi tidak ada dari kami yang digaji,” jelas Ence.

Dia juga mengatakan: “Dana kami masih sangat terbatas, dan jika sisa-sisa ini dijual, mereka tidak dapat menutupi biaya operasional.”

Selain dana, keterbatasan ruang juga menjadi tantangan tersendiri bagi iLitterless.

iLitterless masih belum memiliki tempat khusus untuk mengklasifikasikan sampah organik dan anorganik, sehingga selama ini klasifikasi tersebut dilakukan di rumah pribadi Ence dan suaminya. Hingga saat ini, untuk menutupi biaya operasional, Ence Adinda yang juga guru besar Universitas Muhammadiyah Malang bekerjasama dengan masyarakat memberikan pelajaran bahasa Inggris.

Dari pelajaran tersebut, setiap peserta membayar Rp 10.000 selama satu jam dan mereka juga mendapatkan kesempatan untuk membantu iLitterless berkembang dengan dana tersebut.

Saya berharap Anda lebih sukses di masa depan, iLitterless. Dengan cara ini, masalah sampah dan sisa dapat dikurangi.

أحدث أقدم